Selasa, 24 November 2009

Senandung Rindu dalam Rinai Hujan


Dingin menyergap kala langit kan turunkan hujan
Hembusan angin kala itu seakan membawa kembali sejumput kerinduan
Kerinduan yang coba kutepiskan
Namun apalah daya, karena kuhanyalah seorang insan

Perlahan rintik hujan basahi sang bumi
Damai diri menikmati harmoni alam ini
Seiring api harapan yang senantiasa terangi ruang hati
Bersamanya terus bergelora azzam dalam diri

Hujan kini terhenti
tinggalkan tetes-tetes air diranting pepohonan
sekilas kulihat mawar merah dihalaman sana
ingin rasanya kupetik mawar merah yang indah nan menawan
dan kuberikan padamu duhai perempuanku

Namun sejenak ku berpikir…
Bukan..bukan hanya mawar merah
lebih dari itu, ingin kusertakan untukmu Al-qur’an dari mekah
yang kan iringi cinta ini kelak hingga merekah dan bersemi indah
dalam iringan ridho dan balutan barokah

apalah artinya mawar itu tanpa senyum manismu?
apalah artinya mawar itu tanpa lembut tutur katamu?
apalah artinya mawar itu tanpa indah tatap matamu?
apalah artinya mawar itu tanpa hangatnya kasih sayangmu?

Dinda.. mawar itu kan berarti dan nampak lebih indah dan mewangi
saat kau ada disisi tuk temani diri arungi hari
menggapai keridhoan dan barokah Ilahi Robbi…


Jakarta 22-11-2009
seiring dingin yang menyergap, kerinduan itu semakin meresap



Rabu, 18 November 2009

Belajar ketulusan dari Ibu Warung Ijo...

Rabu 18 November 2009
Siang ini ketika kubuka account Facebookku, di halaman Beranda kulihat teman Facebookku yang juga adik kelas waktu kuliah D1 STAN di jogja dulu mengupload beberapa foto, dimana di foto tersebut terpampang wajah seorang ibu yang sangat familiar bagiku, seorang ibu pemilik warung makan di dekat kampus BDK III Yogyakarta yang sangat baik kepada kami -para mahasiswa STAN-, Ibu warung Ijo begitu ku menyebut beliau, karena warung sederhananya bercat warna hijau. Banyak diantara kami yang sering sarapan dan makan siang di warung beliau, betapa tidak, sudah nasi dan lauknya boleh mengambil sendiri -yang artinya sebanyak apapun, itu terserah kita- dengan harga miring pula, ketika pertama makan disana, masih ingat saya, ketika itu, saya dan beberapa teman jogging, disekitar desa Purwomartani, Kalasan, dan sepulang jogging, kami mampir ke warung beliau yang saat itu beliau berjualan tidak di warung tetapi di depan rumahnya, yang beliau jual saat itu adalah nasi kuning, pada saat itu -saat ketika keprihatinan begitu lekat dengan saya- makan nasi kuning adalah makanan yang jarang saya konsumsi, jadi menjadi sebuah makanan yang spesial. Alangkah kagetnya ketika akan membayar, dan saya tanya ”berapa bu?” beliau menjawab “seribu mas”, lalu saya lanjutkan pertanyaan saya “klo tambah gorengan 2 berapa?” sang ibu menjawab “klo gorengannya seribu 3 mas”…Ya Alloh…murah sekali ibu ini menjual makanan, walhasil saya dan beberapa teman patungan untuk membeli gorengan, jadi pagi itu untuk sarapan saya hanya mengeluarkan uang sebesar Rp 1.500 untuk satu porsi Nasi Kuning sudah sekalian orek tempe dan telur dadarnya -yang menurut saya merupakan porsi besar, karena nasinya banyak- serta 2 tempe goreng. Sejak saat itulah saya dan beberapa teman menjadi pelanggan warungnya. Bahkan kalau untuk sarapan saya dan beberapa teman harus cepat-cepat menuju warungnya karena ada rombongan teman kami -yang kosnya jauh dari warung ibu ini- juga yang bungkus, dan bungkusnya tidak hanya untuk dirinya tetapi untuk teman satu kos, jadi sekali beli bisa 9-10 bungkus. Ah…kenangan itu, sungguh indah terasa. Sekedar informasi bahwa makan di warung Ibu warung Ijo dengan menu Nasi, sayur, 2 tempe, kita hanya merogoh kocek sekitar Rp 1.500 -itu nasi dan sayurnya ambil sendiri lho- ditambah jeruk anget atau es jeruk seharga Rp 500 -sudah kondisi tahun 2006-, bahkan yang mencengangkan lagi ketika ada Pendaftaran Ujian Saringan Masuk STAN di BDK III Jogja, ketika warung lain meniakkan harga, ibu warung ijo ini masih member harga miring kepada kami -mahasiswa STAN-.

Dan berdasarkan hasil wawancara singkat adik kelas saya dengan beliau, ketika ditanya kenapa jualannya kok murah banget, beliau menjawab (dalam bahasa jawa tentunya) “Oh,gini,kita semua kan bersaudara ,saudara seiman,emak cuma pingin bantu anak2 STAN,cuma itu yang bisa emak lakuin buat bantuin kalian,kalo ke anak2 non STAN ya harga normal mbak..he he”…Ya Alloh…begitu mulianya hati ibu ini, memang orang yang dimuliakan dengan harta yang melimpah belum tentau dikaruniai kemuliaan dan ketulusan hati seperti beliau ini yang hanya Ibu penjual nasi. Beliau sudah membantu kami meraih cita kami dengan menyediakan makanan untuk kami di pagi, siang dan malam hari dengan harga yang miring. Senyum selalu menghiasi wajahnya ketika menyambut kami yang akan makan diwarungnya, walaupun entah mungkin ada kegundahan dalam hatinya karena anak perempuannya (maaf) mempunyai penyakit keterbelakangan mental. Beliau mengajarkan kami arti sebuah ketulusan dan kesederhanaan…

Oh ya satu lagi, saya dan beberapa teman sering pinjam sepeda beliau untuk menuju ATM mengambil uang dan pernah sekali kami tanya mangga jenis apa yang ada disamping warungnya eh malah beliau memberi kami beberapa buah mangga itu (mangga bagi saya anak kos merupakan buah yang mewah dulu)…..^_^

terima kasih kepada adik kelas yang telah mengupload foto Ibu warung Ijo
dan untuk Ibu warung Ijo terima kasih jua atas ketulusannya....




Jumat, 13 November 2009

Muhasabah Pagi -Tentang sebuah Kesyukuran-

Pagi ini sungguh Alloh telah memberiku pelajaran yang amat sangat berharga akan arti sebuah kesyukuran.
Sebagaimana biasanya perjalanan menuju kantor harus melalui komplek perumahan polri di daerah pangadegan Jakarta selatan, dengan motor berplat warna merah yang artinya adalah pinjaman dari kantor kususuri jalanan pagi itu, awal ketika memasuki gerbang komplek perumahan polri tidak ada hal istimewa yang menarik perhatianku, hanya terlihat beberapa ibu-ibu mengerubuti tukang sayuran di pinggir jalan. Dengan santai kukendarai motor pinjaman ini, karena hari ini keberangkatanku ke kantor agak lebih pagi, hingga ketika keluar dari belokan kedua di komplek perumahan itu sebuah pemandangan yang mungkin bagi sebagian orang merupakan hal yang biasa namun tidak bagi diriku, didepanku terlihat seorang bapak yang sudah tua mendorong gerobak berjualan -yang mungkin Bubur Kacang Hijau- , dengan perlahan ia dorong gerobak dagangannya sembari sesekali memukulkan sendok ke mangkok kosong untuk menarik perhatian para calon pembelinya. Setelah melaluinya -karena beliau menuju kearah kebalikan denganku- hati ini langsung tersentak, dan lirih lisan ini berbisik “mengapa terkadang diri masih saja mengeluh, sedangkan diluran sana banyak orang bekerja sampai berpeluh?”

Ternyata pelajaran berharga ini tidak hanya disitu saja, ketika kupacu kuda besi pinjaman ini melewati belokan kekiri setelah stasiun cawang, kulihat seorang ibu bersama anaknya yang masih kecil dalam gendongannya berharap uluran para pengendara mobil atau motor yang lewat, kembali miris hati ini, dan bisikan hati kembali bergaung “Ya Alloh ampuni aku, jadikanku hamba-Mu yang bisa memberikan manfaat dan guna bagi orang lain”. Dan yang terakhir ketika akan melewati taman tebet kulihat seorang pak tua yang berjualan balon dipinggir jalan, dengan senyum menghiasi wajahnya ia terduduk di halte dekat situ -yang kutahu bahwa ia semalaman berjualan balon di pinggir jalan taman tebet- dan mungkin pagi ini ia akan pulang menemui keluarganya yang sedang menanti dirumah. Satu lagi hal yang membuatku merenung, setelah ku lewati ibu bersama anaknya yang berharap uluran tangan para pengendara dan sebelum kulihat pak tua yang sedang terduduk di halte taman tebet, perjalananku terhiasi oleh rumah yang boleh dikatakan mewah dengan pagar yang mungkin harganya sudah jutaan rupiah lengkap dengan mobil yang tidak hanya satu, itupun mobil yang termasuk golongan mobil mewah. Sungguh, miris hati ini, begitu njomplang kehidupan di ibukota ini, ketika berdiri rumah mewah ternyata dipinggiran kali ciliwung masih banyak rumah yang hanya berdinding kardus atau triplek tipis dengan atap seng bekas….Ah….sungguh naïf diri ini ketika masih saja merasa kurang, masih saja terdongak kepala ini melihat keatas. Ya Alloh ampuni hamba-Mu ini…

Pagi ini Alloh Subhanahu wa ta’ala memberikan pelajaran dengan cara yang sangat indah kepadaku, bukan lewat pendidikan di sebuah ruangan bernama kelas, bukan jua dalam halaqoh pengajian, namun dari sebuah perjalanan, Alloh menyuguhiku pemandangan yang kembali mengingatkanku dan menjadi sebuah pelajaran berharga akan arti sebuah kesyukuran. Bukankah dengan bersyukur Alloh akan menambahkan nikmat kepada kita? Dan nikmat itu tidak selalu berwujud materi, bisa nikmat sehat, keluarga yang harmonis, teman kantor yang baik, dan lain sebagainya, itu yang saya ketahui. Dan satu yang harus selalu dalam ingat dan pikiran kita, bahwa dalam hidup ini, segalanya adalah kepunyaan Alloh, kita hanya dititipi, diamanahi, untuk menjaga dan menggunakan apa yang telah Alloh titipkan kepada kita sesuai dengan yang telah disyariatkan-Nya.

Ya Alloh, Ya Rohman, Ya Rohim, ampuni hamba yang dhoif ini yang seringkali lupa untuk mensyukuri nikmat-Mu, jadikanlah hamba yang berlumuran dosa ini menjadi hamba-Mu yang pandai dalam mensyukuri nikmat-Mu….
Ya Alloh, Ya Ghoffar, Ya Kariim, pagi ini kuakui semua nikmat-Mu, begitu juga kuakui semua dosa-dosaku, ampunilah aku karena tiada yang dapat mengampuni kecuali Engkau…
Ya Alloh, Ya Dzaljalali wal ikrom angkatlah kekacauan yang melanda negeri ini, tunjukan yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah, karuniakanlah kepada negeri ini pemimpin yang amanah, yang adil, yang Engkau Cintai dan yang mencintai-Mu, yang senantiasa berpegang kepada Al-quran dan sunnah Rosul-Mu…Ya Alloh berkahilah dan ridhoilah setiap langkahku…mudahkanlah segala urusanku, karena tiada yang mudah kecuali Engkaulah yang memudahkan dan tiada yang susah kecuali Engkau pulalah yang memudahkan…Aamiin…


Jum'at, 13 November 2009
Pelajaran indah pada suatu pagi yang cerah